(Berita Daerah – Nasional) Indonesia siap memberlakukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Maksud dan tujuan dari ketentuan tersebut adalah sebagai instrumen untuk mengawal menyeleksi tenaga kerja yang masuk ke Indonesia.
Regulasi tersebut tertuang dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 28 ayat 1 bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri harus memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
Salah satu yang sudah diberlakukan pada teknologi las, SKKNI wajib di bidang tersebut karena jika tidak kompeten, maka dampaknya akan sangat besar.
Aturan tersebut merupakan salah satu regulasi bagi pengamanan tenaga kerja di Indonesia dan akan diberlakukan secara wajib dalam bidang-bidang tertentu.
Sementara itu, bagi tenaga kerja Indonesia, pemerintah akan mendorong mereka untuk mendapatkan sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dengan menggunakan acuan yang sama yakni SKKNI tersebut. Dengan mengantongi sertifikat tersebut, para tenaga kerja bisa mendaftar untuk bekerja baik di dalam ataupun di luar Indonesia.
Terkait penerapan sistem sertifikasi tersebut, pemerintah akan berusaha membuat skema menyerupai Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Indonesia dengan negara-negara lainnya khususnya anggota-anggota ASEAN.
Pentingnya pemberian sertifikasi yang sesuai dengan SKKNI untuk tenaga kerja Indonesia adalah hal yang sangat mendasar. Berbagai keahlian tenaga kerja itu perlu distandarkan, karena pada 2015 pintu akan terbuka, dan tidak akan ada yang bisa melarang pekerja masuk ke Indonesia.
Apabila tenaga kerja Indonesia telah sesuai dengan SKKNI pada saat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka mereka akan lebih mudah untuk bersaing.
Ini memang ada sisi yang harus diwaspadai dan membungkusnya secara elegan, semangatnya terbuka. Masing-masing negara mencoba memberikan proteksi, dan itu juga bisa dilakukan oleh Indonesia karena ini merupakan hambatan yang adil.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan jika Indonesia adalah negara yang memiliki daya tarik tinggi saat penerapan ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
Untuk pasar produk serta jasa, Indonesia lebih baik dibandingkan negara lainnya di kawasan ASEAN. Namun, pasar tenaga kerja sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) terancam dibanjiri tenaga kerja dengan upah murah dari Kamboja, Myanmar, maupun Laos.
Kamboja, Myanmar, serta Laos telah mempersiapkan diri untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Bagi industri, tentu dapat menjadi kabar gembira karena nantinya industri mampu memperoleh pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif. Dampak sosialnya, banyak tenaga kerja tidak terdidik dari dalam negeri yang tersingkir. Hal ini yang harus dihindari.
Dengan pendapatan buruh di Jakarta dan sekitarnya di atas Rp2 juta per bulan, merupakan daya tarik bagi buruh dari Laos yang gajinya hanya Rp750.000 per bulan. Pendapatan per kapita Laos hanya US$986 per tahun, Indonesia juga akan dibanjiri tenaga kerja terdidik ke sektor IKM dari negara-negara ASEAN yang indeks sumber daya manusia (SDM) di atas Indonesia, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Ada survei yang menyebutkan jika dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia, hanya sekitar 4,3% yang terampil dibandingkan dengan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.
AEC 2015 wajib dihadapi dan dipersiapkan dengan baik serta mempersiapkan aspek peningkatan kualitas tenaga kerja, pelatihan berbasis kompetensi, dan penciptaan hubungan industrial yang kondusif.
Maksud dan tujuan dari ketentuan tersebut adalah sebagai instrumen untuk mengawal menyeleksi tenaga kerja yang masuk ke Indonesia.
Regulasi tersebut tertuang dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 28 ayat 1 bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di bidang industri harus memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
Salah satu yang sudah diberlakukan pada teknologi las, SKKNI wajib di bidang tersebut karena jika tidak kompeten, maka dampaknya akan sangat besar.
Aturan tersebut merupakan salah satu regulasi bagi pengamanan tenaga kerja di Indonesia dan akan diberlakukan secara wajib dalam bidang-bidang tertentu.
Sementara itu, bagi tenaga kerja Indonesia, pemerintah akan mendorong mereka untuk mendapatkan sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dengan menggunakan acuan yang sama yakni SKKNI tersebut. Dengan mengantongi sertifikat tersebut, para tenaga kerja bisa mendaftar untuk bekerja baik di dalam ataupun di luar Indonesia.
Terkait penerapan sistem sertifikasi tersebut, pemerintah akan berusaha membuat skema menyerupai Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Indonesia dengan negara-negara lainnya khususnya anggota-anggota ASEAN.
Pentingnya pemberian sertifikasi yang sesuai dengan SKKNI untuk tenaga kerja Indonesia adalah hal yang sangat mendasar. Berbagai keahlian tenaga kerja itu perlu distandarkan, karena pada 2015 pintu akan terbuka, dan tidak akan ada yang bisa melarang pekerja masuk ke Indonesia.
Apabila tenaga kerja Indonesia telah sesuai dengan SKKNI pada saat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka mereka akan lebih mudah untuk bersaing.
Ini memang ada sisi yang harus diwaspadai dan membungkusnya secara elegan, semangatnya terbuka. Masing-masing negara mencoba memberikan proteksi, dan itu juga bisa dilakukan oleh Indonesia karena ini merupakan hambatan yang adil.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan jika Indonesia adalah negara yang memiliki daya tarik tinggi saat penerapan ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
Untuk pasar produk serta jasa, Indonesia lebih baik dibandingkan negara lainnya di kawasan ASEAN. Namun, pasar tenaga kerja sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) terancam dibanjiri tenaga kerja dengan upah murah dari Kamboja, Myanmar, maupun Laos.
Kamboja, Myanmar, serta Laos telah mempersiapkan diri untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Bagi industri, tentu dapat menjadi kabar gembira karena nantinya industri mampu memperoleh pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif. Dampak sosialnya, banyak tenaga kerja tidak terdidik dari dalam negeri yang tersingkir. Hal ini yang harus dihindari.
Dengan pendapatan buruh di Jakarta dan sekitarnya di atas Rp2 juta per bulan, merupakan daya tarik bagi buruh dari Laos yang gajinya hanya Rp750.000 per bulan. Pendapatan per kapita Laos hanya US$986 per tahun, Indonesia juga akan dibanjiri tenaga kerja terdidik ke sektor IKM dari negara-negara ASEAN yang indeks sumber daya manusia (SDM) di atas Indonesia, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Ada survei yang menyebutkan jika dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia, hanya sekitar 4,3% yang terampil dibandingkan dengan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.
AEC 2015 wajib dihadapi dan dipersiapkan dengan baik serta mempersiapkan aspek peningkatan kualitas tenaga kerja, pelatihan berbasis kompetensi, dan penciptaan hubungan industrial yang kondusif.
0 comments:
Post a Comment